Pada Permendiknas no 28 tahun 2010 tentang tugas tambahan sebagai kepala sekolah yang dilakukan pembatasan periode atau istilah lainnya Periodesasi Kepala Sekolah setidaknya mengingatkan masa batasan guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah tidak selamanya.
Hal tersebut jadi umpan balik untuk persiapan regenerasi guru yang secara kontinyu dipersiapkan mampu mengelola satuan pendidikan pada nantinya, secara periodik sistem kebijakan ini agar guru terus meningkatkan kompetensinya hingga pada kemampuan manajerial sebagai Kepala Sekolah.
Hal senada diungkapkan Tagor Alamsyah Harahap Kepala Seksi Penyusunan Program Sub Direktorat Program dan Evaluasi, Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar pada saat Training of Trainers (ToT) Sistem Pendataan Pendidikan Dasar angkatan IV di Hotel New Ayuda, Cipayung, Bogor, Jawa Barat, Selasa malam, 7 April 2015, dari berita yang kutip pada laman dikdas.kemdikbud.
“Dalam sistem karier kita, semua guru disiapkan untuk menjadi kepala sekolah,” ucapnya. Jika tiap usai pilkada formasi guru diubah, pola pembinaan karier guru pun akan berdampak tidak baik.
Guru pertama, golongan III A dan III B, diarahkan untuk memiliki kompetensi bagaimana meningkatkan kualitas diri sendiri. Lalu, pada guru muda, golongan III C dan III D, harus punya kompetensi mengembangkan peserta didik. “Ketika di level guru madya, mereka punya kompetensi bagaimana mengelola satuan pendidikan,” ungkapnya. “Di situlah mereka sudah harus siap menjadi kepala sekolah.”
Jika jenjang karier itu terganggu, misalnya tak ada kepala sekolah yang dimutasi padahal sudah waktunya, maka jenjang karier guru akan macet. Kepala sekolah hanya boleh menjabat dua periode. Jika masih ingin menjabat, maka ia pindah ke sekolah yang predikatnya lebih rendah.
Tagor berharap Kementerian Dalam Negeri turut ambil bagian dalam hal penataan guru. Hal itu bisa dilakukan dengan memberi sanksi kepada kepala daerah yang tidak melakukan penataan dan pemerataan guru.
Hal tersebut jadi umpan balik untuk persiapan regenerasi guru yang secara kontinyu dipersiapkan mampu mengelola satuan pendidikan pada nantinya, secara periodik sistem kebijakan ini agar guru terus meningkatkan kompetensinya hingga pada kemampuan manajerial sebagai Kepala Sekolah.
Hal senada diungkapkan Tagor Alamsyah Harahap Kepala Seksi Penyusunan Program Sub Direktorat Program dan Evaluasi, Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar pada saat Training of Trainers (ToT) Sistem Pendataan Pendidikan Dasar angkatan IV di Hotel New Ayuda, Cipayung, Bogor, Jawa Barat, Selasa malam, 7 April 2015, dari berita yang kutip pada laman dikdas.kemdikbud.
“Dalam sistem karier kita, semua guru disiapkan untuk menjadi kepala sekolah,” ucapnya. Jika tiap usai pilkada formasi guru diubah, pola pembinaan karier guru pun akan berdampak tidak baik.
Guru pertama, golongan III A dan III B, diarahkan untuk memiliki kompetensi bagaimana meningkatkan kualitas diri sendiri. Lalu, pada guru muda, golongan III C dan III D, harus punya kompetensi mengembangkan peserta didik. “Ketika di level guru madya, mereka punya kompetensi bagaimana mengelola satuan pendidikan,” ungkapnya. “Di situlah mereka sudah harus siap menjadi kepala sekolah.”
Jika jenjang karier itu terganggu, misalnya tak ada kepala sekolah yang dimutasi padahal sudah waktunya, maka jenjang karier guru akan macet. Kepala sekolah hanya boleh menjabat dua periode. Jika masih ingin menjabat, maka ia pindah ke sekolah yang predikatnya lebih rendah.
Tagor berharap Kementerian Dalam Negeri turut ambil bagian dalam hal penataan guru. Hal itu bisa dilakukan dengan memberi sanksi kepada kepala daerah yang tidak melakukan penataan dan pemerataan guru.