Mengingat sekolah merupakan bagian dari sistem yang terdiri dari kompenan yang saling terikat, berhubungan, berpengaruh, dan membutuhakn sehingga antara satu komponen dengan satu komponen lainnya tidak bisa dipisahkan. Sebut saja inti dari komponen inti itu adalah input, proses dan output. Ketiganya harus menjadi bagain yang harus diperhatikan untuk mencapai visi dan misi yang kan dituju bersama. Maka upaya untuk mengharmosikan antara komponen itu adalah dengan melakukan manajemen sekolah. Atau lebih dikenal dengan manajemen berbasis
sekolah (MBS).
Begitu pentingnya manajemen guna memudahkan
perjalanan sebuah organisasi, maka guru pun dituntut harus melakukan
tindakan manajemen untuk melaksankan tugasnya mengajar dan mendidik.
Maka di antara tugas guru adalah dengan adanya tuntutan guru harus
menyiapkan rencana pembelajaran, atau dikenal dengan nama Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus di awal pembelajaran sebagai
perencana tertulis.
Sama halnya dengan sekolah yang saling
terikat antarkomponen. Maka, Guru dan rencana pembelajaran pun merupakan
dua hal yang beriringan dan tidak dapat dipisahakan. Dengan rencana
yang terarah dan tertulis maka guru akan mudah untuk melakuan
pembelajaran sesuai dengan konsep sehingga pembelajaran terarah, efektif
dan efesien.
Namun, kendala pembuatan RRP dan silabus di
awal pembelajaran masih dijadikan permasalahan di kalangan para guru. Di
antara beberapa alasan sebagaimana yang penulis pernah rasakan dan
melihat fakta yang terlihat secara langsung kenapa guru tidak membuat
RPP sebagai acuan proses belajar guru di kelas diawal sebelum
pembelajaran dilaksanakan, pertama, guru menggangap proses
pembelajaran yang terpenting adalah substansinya bukan membuat RPP yang
kadang dibuat bingng formatnya. Kedua, RPP dirasa sangat
menghambat kreativitas guru dalam melakukan eksprolasi di dalam proses
pembelajaran karena harus sesuai dengan RPP yang dibuat. Ketiga, guru membuat RPP namun di akhir proses pembelajaran lebih tepatnya di akhir semester untuk bentuk laporan. Keempat, guru membuat RPP disamakan dengan tahun kemarin tanpa ada perubahan substansial (copy-edit). kelima, tidaknya
adanya kesesuian antara RPP dan realita pembelajaran,dalam RPP
dicantunkan murid mampu memperagakan namun dalam kenyataanya guru malah
ceramah.
Setidaknya dari alasan-alasan di atas,
penulis melihat ada indikasi guru menganggap adanya RPP hanyalah sebagai
simbolis karena pada hakikatnya guru melakukan proses pembelajaran
sesuai dengan apa yang mereka telah kuasai dan proses pembelajarannya
itu adalah substansinya. Malah ada juga guru yang masuk kelas tanpa
membawa buku. Karena sudah menguasai materi. Lepas dari keetisan guru
pernyataan dan fakta itu ada benarnya, karena guru terus melakukan
pelajaran itu berulang-ulang. Setiap generasi yang diajarnya itu dan itu
saja, sehingga guru akan “apal cangkem” atas materi yang diajarkannya.
Meskipun penulis melihat, kualitas mengajar
seorang guru itu tidak akan berpengaruh besar karena tidak dibuatnya
RPP, Namun bila lebih ditelusuri, keberadaan RPP ini kan memberikan
pembelajaran berharga tersendiri bagi yang melakukannya dengan baik
dalam pengertian ia membuat di awal sebagai bentuk perencanaan dan
melakukan sesuai dengan RPP itu di dalam proses pembelajaran. Karena
secara tidak langsung ia telah melakukan salah satu bentuk manajemen
sebagai upaya memudahkan ia dalam mencapai Kompetensi Dasar yang
ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Dan itu hanya
didapatkan oleh guru yang membuat RPP dan mengaplikasikannya dengan
baik.
Penulis : Deni Lesmana
Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2013/03/14/rpp-dan-guru-malas-536852.html
Penulis : Deni Lesmana
Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2013/03/14/rpp-dan-guru-malas-536852.html
ngang piye we donge jare guru profesional dan dapat TPP
BalasHapusha ha bener tuh...mantap
BalasHapus