Selasa, 24 September 2013

UN Bagai Penghakiman Untuk Guru


Berbagai wacana  mereposisi Ujian nasional untuk kembali pada fungsi seharusnya yaitu sebagai suatu pemetaan kualitas kaidah-kaidah pendidikan  yang tepat sudah terlontar jauh-jauh hari.
namun kebijakan untuk itu nampak respon tanggapnya cukup lambat.

Kalau kita boleh tilik dari pengalaman-pengalaman Ujian nasional (UN) yang telah kita alami beberapa tahunnya, kesibukkan UN sudah bergeser pada sibuknya guru yang dalam tanda kutip Guru yang sibuk mencari jawaban atau Guru yang sibuk memikirkan bagaimana cara trik agar bisa membenarkan jawaban siswa dengan cara apapun demi menjaga nama baik Guru tersebut, sekolah, atau bahkan Dinas Pendidikan.

Hal ini bukanlah rahasia sedikit Guru, hampir semua guru mengetahui itu, hingga berbagai alasan pun terlontar karenanya, bisa jadi tekanan dari dinas, bisa jadi pula takut nilai anak didiknya anjlok dan efek buruknya pada sekolah yang dianggap gurunya tak becus atau malas dari hasil UN nya anjlok.

Sebegitu berat bagi guru, walau harus di akui kwalitas soal UN tak sebanding pada keadaan sekolah di pedesaan bahkan pelosok daerah, kemampuan rata-rata anak-anak SD di kota cukup diatas rata-rata anak didik di pedesaan, namun soal UN tak punya pemetaan unutuk itu, namun belum lagi secara signifikan kalau kita coba membanding pada SDM Pendidiknya, tentu merasa diatas rata-rata semua tapi cobalah menilik diri kita sendiri sejauh mana kemampuan kita, dan yang pasti sejauh mana cara mengajar kita bisa diterima dengan baik oleh murid-murid kita.

Angka-angka UN sekan jadi harga mati bagaimana kualitas guru, sekolah, dinas pendidikan, dan anak didiknya, padahal banyak hala yang tak dapat di nilai dengan angka kalau kita melihatnya pada karakter yang dimiliki guru, siswa dan sekolah yang selalu menanamkan kejujuran dalam belajar.
UN seakana melahirkan pembelajaran kecurangan-kecurangan baru, hentikan mendidik generasi curang.

"Kita menginginkan perubahan fundamental. Ubah UN jadi uji diagnostik atau pemetaan, bila perlu tidak lagi disebut sebagai UN untuk pemetaan, melainkan evaluasi pendidikan untuk pemetaan, atau survey kualitas pendidikan nasional, atau penilaian pendidikan Indonesia, melalui uji sampling, dengan prioritas sekolah-sekolah yang kualitasnya masih rendah," ujar Guru Besar (Gubes) Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Iwan Pranoto,

Usulan dari guru Besar Iwan Pranoto patutlah dipertimbangkan bagi pemerintah, hal ini jauh lebih penting dibanding kita menilai dari angka-angka yang anehnya angka-angka tersebut di dapat dari mana, sejauh mana dan kejujran apa yang terkandung di dalamnya, entah lah !!!

Penulis sadari bahwa kecurangan UN tidak lah milik semua Guru, Tidak lah milik semua sekolah namun sudah banyak sekolah yang beralih pada sistem curang pada UN hal ini semakin lama bagai virus yang terus menyebar, karena kecurangan yang terlihat diabaikan maka kejujuran pun bisa beralih kepadanya.

Regards Deni Ranoptri 

0 Comments

Posting Komentar

Mohon tidak berkomentar dengan link aktif, dan kami mohon maaf apabila komentarnya tidak kami setujui atau bahkan kami hapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.